“Jadi, pesan moral dari ceritanya apa?”
Tak jarang saya mendapatkan pertanyaan seperti itu jika saya diminta memberikan referensi sebuah buku pada seorang teman atau pada siapa saja. Saya tidak segera menjawab. Malahan saya berpikir, apakah selalu sebuah buku memberikan kita sebuah pesan di dalamnya atau mungkin buku itu hanya bermaksud untuk dibaca saja. Kemudian muncul pertanyaan lain: Apa gunanya membaca jika tidak ada manfaat (atau pesan moral) yang diperoleh darinya?
Saya tidak ambil pusing mengenai hal tersebut. Saya lebih memilih menjawab: Baca saja dan jangan lupa untuk menikmatinya.
Membaca memiliki banyak arti bagi masing-masing orang yang menikmatinya. Ada yang sekedar ingin membunuh kebosanan, ada yang menjadikannya kegemaran, dan ada pula yang sedang menjadikannya sebuah referensi penelitian atau apapun. Saya lebih memilih untuk menikmati buku sebagai sebuah karya yang memang untuk dinikmati. Apapun itu. Misal, saat ini saya membaca beberapa buku dan bahan bacaan lain yang saya niatkan sebagai referensi untuk pengerjaan skripsi saya. Saya memiliki niat yang tersembunyi untuk menikmati bacaan-bacaan tersebut. Seolah saya sendiri yang menulisnya dan membaca ulang tulisan saya.
Disadari atau tidak, terkadang saya pun termasuk pemilih dalam urusan bacaan. Namun saya lebih memilih membaca buku sesuai dengan apa yang saya inginkan pada saat saya ingin membaca. Bisa jadi saya justru membaca sebuah jurnal tentang kebijakan politik suatu negara pada saat saya sebenarnya memerlukan referensi mengenai Marxisme untuk skripsi saya. Suatu pengalihankah? Saya rasa perilaku saya sebagai sebuah insting untuk menarik minat saya untuk membaca, setelah itu saya arahkan untuk membaca bahan bacaan yang memang saya perlukan. Seringkali saya memang membutuhkan sebuah pancingan untuk “memaksa” diri saya melakukan hal-hal yang merupakan kewajiban saya.
“Jadi, pesan moral dari ceritanya apa?”
Sudahlah, untuk apa dianggap terlalu serius. Nikmati saja.





0 komentar:
Posting Komentar